Saat Pasien Sakaratul Maut

sakaratul maut

    Saat pasien menghadapi keadaan kritis atau menjelang sakaratul maut hampir tidak ada satupun perawat yang ingat pada kebutuhan spiritual klien. Padahal mereka sendiri yakin bahwa keperawatan meliputi aspek Bio-Psiko-Sosio-spiritual, tetapi pada kenyataannya, aspek spiritual ini jarang diperhatian oleh perawat. Padahal klien yang dirawatnya harus meninggal dalam keadaan Husnul Khotimah (suatu akhir penghidupan yang selamat). Di samping hal tersebut,, kita tahu bahwa konsep keperawatan Virginia Handerson menyatakan bahwa salah satu peran perawat adalah membantu agar klien siap meninggal dengan tenang.

    Agama dalam ilmu pengetahuan merupakan suatu spiritual nourishment (gizi ruhani). Seseorang yang dikatakan sehat secara sempurna tidak hanya cukup gizi makanan tetapi juga gizi rohaninya harus terpenuhi. Menurut hasil Riset Psycho Spiritual For AIDS Patient, Cancepatients, and for Terminal Illness Patient, menyatakan bahwa orang yang mengalami penyakit terminal dan menjelang sakaratul maut lebih banyak mengalami penyakit kejiwaan, krisis spiritual, dan krisis kerohanian sehingga pembinaan kerohanian saat klien menjelang ajal perlu mendapat perhatian khusus (Dadang Hawari, 1977, 53). Penelitian di Amerika Serikat menunjukkan, ada sekelompok pasien yang selalu menunda operasinya sehingga jadwal operasi yang telah dibuat ditunda lagi. Setelah diselidiki ternyata mereka mengalami ketakutan operasi dan takut mengahadapi kematian atau tidak bisa bangun lagi, tetapi pada kelompok pasien yang komitmen agamanya baik, hal tersebut tidak menjadi masalah dan lebih siap menghadapi kematian.

    Pentingnya pemenuhan kebutuhan spiritual bagi pasien terminal, di samping untuk meningkatkan semangat hidup klien yang sudah di diagnosa harapan sembuh tipis, juga mempersiapkan diri pasien untuk menghadapi kematian, karena berdasarkan penelitian Kubbler and Ross bahwa pasien terminal seringkali dihinggapi rasa depresi yang berat, perasaan marah akibat ketidak berdayaan, dan putus asa. Sedangkan pasien senantiasa berada di samping perawat dalam menjalani siklus atau fase akhir dari kehidupannya.

   Menurut konsep agama Islam, fase akhir tersebut sangat menentukan baik tidaknya kematian seseorang dalam menuju kehidupan alam kekal dan perawat sendiri kelak akan diminta pertanggung jawabannya dihadapan Allah SWT. Karenanya upaya pemenuhan kebutuhan spiritual pasien di rumah sakit mutlak diperlukan. Tenaga Kesehatan hendaknya menyakini bahwa sesuai ajaran agama yang dianutnya menjelang fase akhir dari kehidupan manusia di dunia terdapat fase sakaratul maut yang banyak digambarkan oleh Rasulullah tentang beratnya fase tersebut, sehingga Rasulullah senantiasa mengajarkan do´a untuk diringankan dalam sakaratul maut.

      Beberapa contoh gambaran sakaratul maut, menurut Syaranie dalam bukunya Maut dan Dialog Suci menggambarkan tentang sakitnya sakaratul maut yang dapat terjadi pada pasien terminal, Sesuai firman Allah SWT kepada Ibrahim AS adalah Seperti panasnya besi dibakar pada kain sutera yang basah, lalu nyawapun ditarik. Selanjutnya Allah berfirman kepada Nabi Musa, rasanya seperti burung hidup yang digoreng dalam wajan. Rasanya seperti domba yang hidup kemudian diikuti oleh penjagal. Rasanya lebih perih pedih dibanding sayatan pedang, geretan gergaji, dan tusukan benda tajam. Seringan-ringannya kematian seperti duri dalam kain. Bisakah duri keluar dari sutera tersebut tanpa robekan. Seperti berada dalam selimut api panas dan seolah-olah bernafas dalam lubang jarum seakan-akan berada dalam satu pohon yang berduri lalu ditarik dari ujung kaki sampai keubun-ubun.

Tentang rafiantinur

Bismillahirohmanirohim. Semoga blog ini dapat bermanfaat bagi semua pembaca.
Pos ini dipublikasikan di Uncategorized. Tandai permalink.

Tinggalkan komentar